Pembelian Aktiva Tetap oleh Perusahaan CV dan PT
Perbedaan Perlakuan Akuntansi, Pajak, Metode Penyusutan, Dividen, dan Prive
Aktiva tetap seperti kendaraan, mesin produksi, atau peralatan kantor merupakan aset penting dalam kegiatan usaha. Namun perlakuan akuntansi dan pajaknya berbeda tergantung pada bentuk badan usaha — apakah CV (Commanditaire Vennootschap) atau PT (Perseroan Terbatas). Artikel ini membahas aspek akuntansi, perpajakan, metode penyusutan, serta perlakuan dividen dan prive agar wajib pajak memahami logika fiskus dengan benar.
1. Aspek Akuntansi Pembelian Aktiva Tetap
Dalam akuntansi, aktiva tetap diakui berdasarkan harga perolehan (cost) yang mencakup harga beli, ongkos kirim, biaya instalasi, serta biaya lain hingga aset siap digunakan.
a. CV (Commanditaire Vennootschap)
- CV menggunakan laporan keuangan internal yang sederhana.
- Kepemilikan aset dapat dikaitkan dengan sekutu aktif karena CV bukan badan hukum.
- Penyusutan dilakukan sesuai umur manfaat berdasarkan PMK 72 Tahun 2023.
- Jika aset dibeli atas nama pribadi sekutu, maka dibuat penyesuaian pencatatan.
b. PT (Perseroan Terbatas)
- PT wajib mengikuti PSAK 16 tentang Aset Tetap.
- Kepemilikan aset atas nama PT, bukan individu.
- Laporan keuangan dapat diaudit bila memenuhi kriteria tertentu.
- Penyusutan dilakukan secara sistematis di laporan laba rugi dan neraca.
c. Metode Penyusutan dalam Akuntansi
- Garis Lurus: beban sama setiap tahun.
- Saldo Menurun: beban lebih besar di awal, menurun di akhir.
- Unit Produksi: berdasarkan kapasitas produksi.
- Jumlah Angka Tahun: menurun sesuai sisa umur manfaat.
Penerapan kebijakan akuntansi harus dirancang dengan baik sejak awal dan diterapkan secara konsisten. Kebijakan ini mencakup pemilihan metode penyusutan, klasifikasi aset, serta perlakuan biaya dan pendapatan. Konsistensi kebijakan bukan hanya menjaga kualitas laporan keuangan, tetapi juga menjadi dasar kepercayaan fiskus. Tim keuangan perlu memahami dan menetapkan kebijakan akuntansi perusahaan yang selaras dengan PSAK dan peraturan perpajakan.
2. Aspek Perpajakan Pembelian Aktiva Tetap
Pembelian aktiva tetap berpengaruh pada PPh Badan dan PPN Masukan. Berikut penjelasan perlakuan pajaknya:
a. Metode Penyusutan untuk Tujuan Pajak
Berbeda dengan akuntansi komersial yang memperbolehkan berbagai metode, perpajakan hanya mengakui dua metode penyusutan:
- Garis Lurus (Straight Line): untuk bangunan dan aset tetap non-bangunan tertentu.
- Saldo Menurun (Declining Balance): untuk aset selain bangunan dengan beban lebih besar di awal.
Kedua metode diatur dalam PMK No. 72 Tahun 2023 tentang Kelompok Harta Berwujud dan Tarif Penyusutan. Pemilihan metode harus konsisten hingga akhir umur aset dan tidak boleh diubah tanpa izin fiskus.
Metode mana yang lebih hemat pajak? Tergantung profil wajib pajak dan karakteristik usaha. Perusahaan dengan laba tinggi di awal atau arus kas kuat cenderung lebih efisien menggunakan saldo menurun (beban besar di awal menurunkan laba kena pajak). Perusahaan yang stabil dan butuh konsistensi laba lebih cocok garis lurus. Strategi ini harus dirancang sejak awal dan diikat dalam kebijakan akuntansi.
b. CV (Commanditaire Vennootschap)
- CV merupakan subjek pajak badan, tetapi bukan badan hukum.
- Penyusutan fiskal dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
- PPN Masukan dapat dikreditkan bila CV terdaftar sebagai PKP.
- Prive tidak dikenai pajak karena merupakan penarikan modal, bukan penghasilan.
c. PT (Perseroan Terbatas)
- PT adalah badan hukum terpisah dari pemegang saham.
- Pembelian aset harus atas nama PT agar sah secara fiskal.
- Dividen tidak kena pajak bila diinvestasikan kembali di Indonesia (UU HPP 2021).
- Jika dividen digunakan untuk konsumsi pribadi, menjadi objek PPh Orang Pribadi.
d. Perlakuan PPN Masukan atas Pembelian Mobil
Tidak semua PPN Masukan atas pembelian mobil dapat dikreditkan. PPN hanya dapat dikreditkan jika mobil digunakan langsung untuk kegiatan usaha dan tidak termasuk jenis kendaraan yang dilarang untuk dikreditkan (misalnya kendaraan direksi atau pribadi).
- Jika PPN Masukan dapat dikreditkan: PPN tidak ditambahkan ke nilai perolehan mobil. Nilai aset = harga sebelum PPN.
- Jika PPN Masukan tidak dapat dikreditkan: PPN ditambahkan ke harga perolehan mobil dan dibebankan melalui penyusutan fiskal.
Contoh Perhitungan DPP & Nilai Perolehan:
Harga mobil Rp400.000.000 + PPN 11% Rp44.000.000.
• PPN dikreditkan → nilai perolehan mobil = Rp400.000.000.
• PPN tidak bisa dikreditkan → nilai perolehan mobil = Rp444.000.000 (disusutkan).
Jika PPN tidak dapat dikreditkan, wajib dikapitalisasi menjadi bagian dari nilai aset dan disusutkan sesuai umur manfaat kendaraan.
e. Contoh Jurnal Akuntansi PPN Masukan
Berikut contoh penerapan jurnal pembelian dan pencatatan PPN Masukan pada beberapa situasi umum di perusahaan:
1️⃣ PPN Masukan Dapat Dikreditkan
(D) Peralatan Kantor Rp 20.000.000
(D) PPN Masukan Rp 2.200.000
(K) Kas / Bank Rp 22.200.000
2️⃣ PPN Masukan Tidak Dapat Dikreditkan
(D) Kendaraan Rp 444.000.000
(K) Kas / Bank Rp 444.000.000
3️⃣ Pembelian Barang Dagang dengan PPN (Kredit)
(D) Persediaan Barang Dagang Rp 50.000.000
(D) PPN Masukan Rp 5.500.000
(K) Utang Usaha Rp 55.500.000
f. Penarikan Dividen atau Prive untuk Investasi Aset Usaha
Baik pada CV maupun PT, pemilik modal dapat menarik dana dari laba usaha dalam bentuk dividen (PT) atau prive (CV). Dana ini sering digunakan kembali untuk membeli aktiva tetap baru — seperti kendaraan operasional, komputer, atau mesin produksi.
- Untuk PT: Dividen yang diterima pemegang saham tidak dikenai pajak sepanjang diinvestasikan kembali di Indonesia pada aset produktif atau penambahan modal usaha, dengan bukti transaksi dan pencatatan lengkap.
- Untuk CV: Prive tidak dikenai pajak karena merupakan pengambilan kembali modal. Jika dana prive digunakan membeli aset usaha baru, catat sebagai penambahan aktiva tetap atas nama CV dan lakukan penyusutan sesuai ketentuan fiskal.
Menggunakan kembali dividen atau prive untuk membeli aset usaha adalah strategi efisien secara pajak sekaligus memperkuat struktur keuangan. Seluruh transaksi harus terdokumentasi dan dapat ditelusuri agar diakui fiskal.
Contoh Jurnal Reinvestasi Dividen & Prive untuk Aset Usaha
1️⃣ PT – Dividen Ditarik dan Digunakan Kembali Membeli Aset Usaha
(1) Pembagian Dividen
(D) Laba Ditahan / Akumulasi Laba Rp 300.000.000
(K) Utang Dividen Rp 300.000.000
(2) Pembayaran Dividen
(D) Utang Dividen Rp 300.000.000
(K) Kas / Bank Rp 300.000.000
(3) Reinvestasi oleh Pemegang Saham
(D) Mesin Produksi Rp 300.000.000
(K) Setoran Modal / Tambahan Modal Disetor Rp 300.000.000
Karena dividen diinvestasikan kembali dalam bentuk aset produktif di Indonesia, maka sesuai UU HPP Pasal 4 ayat (3), dividen ini tidak menjadi objek pajak.
2️⃣ CV – Prive Ditarik dan Digunakan untuk Membeli Aset Usaha
(1) Penarikan Prive
(D) Prive Sekutu Rp 150.000.000
(K) Kas / Bank Rp 150.000.000
(2) Pembelian Aset atas Nama CV
(D) Kendaraan Operasional Rp 150.000.000
(K) Modal Sekutu / Prive Rp 150.000.000
Transaksi ini tidak menimbulkan pajak tambahan karena prive bukan penghasilan. Aset tetap diakui sebagai milik CV dan disusutkan sesuai ketentuan fiskal.
Kesimpulan
Baik CV maupun PT dapat membeli aktiva tetap, namun perlakuan akuntansi dan perpajakannya berbeda. CV lebih fleksibel namun berisiko administrasi lebih tinggi, sementara PT memiliki legalitas dan fasilitas fiskal lebih kuat — termasuk dividen bebas pajak jika diinvestasikan kembali. Pemilihan metode penyusutan, perlakuan PPN Masukan, serta pengelolaan prive harus mempertimbangkan profil wajib pajak, arus kas, dan strategi pajak agar efisien tanpa melanggar aturan.
Baca juga: Nyicil Mobil, Apakah Perlu Lapor SPT Pajak? – Desk Jabar Pikiran Rakyat.
Untuk pembahasan lanjutan tentang rekonsiliasi fiskal, dividen, dan aktiva tetap, baca juga: Konsultan Pajak Bandung – CV Solusi Kita.
