Perpajakan Bagi Wajib Pajak UMKM

Pembaruan Kebijakan: Pemerintah mengumumkan rencana perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% khusus bagi Wajib Pajak UMKM berstatus Orang Pribadi (OP). Pengumuman disampaikan di Jakarta pada Senin (15/9) sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi oleh Menko Perekonomian dan perwakilan Kementerian Keuangan. Fasilitas ditujukan bagi WP dengan omzet ≤ Rp4,8 miliar serta penghasilan tahun berjalan di atas Rp500 juta. Pemerintah menyiapkan alokasi anggaran 2025 sebesar Rp2 triliun untuk sekitar 542.000 WP UMKM dan menyatakan akan menyesuaikan jumlah penerima fasilitas.

UMKM adalah pilar perekonomian Indonesia. Pemerintah memberi keringanan perpajakan—termasuk tarif PPh Final 0,5% dan pembebasan pajak untuk omzet tertentu—agar kepatuhan lebih sederhana dan terjangkau.

Definisi “Wajib Pajak UMKM” dalam Ketentuan Pajak

Istilah “Wajib Pajak UMKM” digunakan untuk memudahkan penggolongan. Yang dimaksud adalah Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu ≤ Rp4.800.000.000 dalam 1 (satu) tahun buku. Ketentuan PPh bagi kelompok ini diatur dalam PP 55 Tahun 2022.

Kriteria Penentuan

Dasar penentuan adalah total peredaran bruto tahun pajak sebelumnya. Jika omzet tahun sebelumnya melebihi Rp4,8 miliar, maka pada tahun berjalan tidak dikategorikan sebagai WP UMKM.

  • WP dengan cabang: omzet pusat + seluruh cabang digabung.
  • WPOP suami-istri pisah kewajiban: omzet digabung untuk penentuan kriteria.

Kewajiban Umum

Seperti WP lain, WP UMKM wajib: daftar NPWP, melakukan pembukuan/pencatatan (WPOP UMKM boleh pencatatan), membayar pajak terutang, dan melaporkan SPT.

Skema PPh untuk WP UMKM

💡 Penghasilan UMKM Orang Pribadi sampai Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dalam satu tahun pajak TIDAK dikenai pajak. Kelebihan omzet di atas Rp500 juta menjadi dasar pengenaan pajak (Final 0,5% atau ketentuan umum).

1) PPh Final 0,5% (omzet)

Penghasilan dari usaha dapat dikenai PPh Final 0,5% dari peredaran bruto dalam jangka waktu tertentu (lihat masa pakai di bawah). Pembaruan: Pemerintah menyatakan rencana perpanjangan khusus WPOP.

2) Ketentuan Umum PPh (Pasal 17)

WP yang memilih skema umum wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis ke KPP paling lambat akhir Tahun Pajak. Mulai tahun berikutnya, WP menggunakan skema umum dan tidak dapat kembali ke tarif final 0,5%.

Siapa yang Bisa Menggunakan PPh Final 0,5%

  • Orang Pribadi
  • Koperasi
  • Perseroan Terbatas (PT)
  • Perseroan Perseorangan
  • Persekutuan Komanditer (CV)
  • Firma
  • Badan Usaha Milik Desa (BUMDes/BUMDesma)

Yang Tidak Bisa Menggunakan PPh Final 0,5%

  • Memilih skema ketentuan umum PPh.
  • CV/firma yang dibentuk beberapa WPOP berkeahlian khusus dan menyerahkan jasa sejenis pekerjaan bebas.
  • Mendapat fasilitas PPh (mis. Pasal 31A UU PPh, PP 94/2010, KEK PP 40/2021 Pasal 75 & 78).
  • Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Contoh: Yunika (dokter gigi) dan Sinta (karyawan) mendirikan CV klinik gigi. Walau omzet < Rp4,8 miliar, tidak berhak memakai PPh Final 0,5% karena usaha sejenis dengan keahlian Yunika.

Penghasilan yang Bukan Objek Final 0,5%

  1. Penghasilan WPOP dari jasa pekerjaan bebas (dokter, konsultan, pengacara, arsitek, notaris/PPAT, pelatih, seniman, agen asuransi, dll).
    Contoh: Maryadi (dokter) punya usaha apotek. Yang dikenai Final 0,5% hanya omzet apotek. Penghasilan sebagai dokter ikut ketentuan umum PPh.
  2. Penghasilan dari luar negeri.
    Contoh: Penghasilan toko di Singapura mengikuti ketentuan umum PPh.

Penghasilan Final Lain (Bukan Final 0,5%)

  • Hadiah undian
  • Jasa konstruksi
  • Pengalihan tanah/bangunan
  • Persewaan tanah/bangunan
Contoh: Hanya omzet toko dikenai Final. Penghasilan sewa ruko ikut PPh Final persewaan.

Masa Penggunaan PPh Final 0,5%

  • 7 Tahun Pajak → Orang Pribadi (direncanakan diperpanjang)
  • 4 Tahun Pajak → Koperasi, CV, Firma, BUMDes, Perseroan Perorangan
  • 3 Tahun Pajak → PT

Setelah masa fasilitas berakhir, metode pajak mengikuti Ketentuan Umum Pasal 17.

Referensi

  • UU KUP
  • UU PPh
  • UU UMKM
  • PP 55 Tahun 2022
  • PMK-147/2017
  • PMK-54/2021
  • PMK 164/2023
  • Pernyataan Pemerintah (15/9)

Ilustrasi Penghitungan Pajak UMKM Orang Pribadi

Berikut ilustrasi sederhana:

Total Omzet Setahun Skema Pajak Pajak Terutang Catatan
Rp250.000.000 Final 0,5% Rp0 Tidak melewati batas Rp500 juta
Rp780.000.000 Final 0,5% (780–500) jt × 0,5% = Rp1.400.000 Yang dikenai pajak hanya selisih di atas Rp500 juta
Rp5.500.000.000 Tidak UMKM Tarif Pasal 17 Wajib pembukuan lengkap
Contoh Kasus:
Omzet bakery Rp900 juta:
  • Rp500 juta pertama → bebas pajak
  • Sisa Rp400 juta × 0,5% → Rp2.000.000
Total pajak: Rp2.000.000/tahun.

Perbandingan: PPh Final 0,5% vs Ketentuan Umum

Aspek PPh Final 0,5% Ketentuan Umum (Pasal 17)
Dokumen Pencatatan diperbolehkan Wajib pembukuan lengkap
Saat rugi Tetap bayar pajak Bisa nihil/Kompensasi rugi
Fleksibilitas Tarif tetap Bisa lebih hemat jika margin kecil

Kesalahan yang Sering Terjadi

  • Semua omzet dianggap objek pajak tanpa batas Rp500 juta.
  • Menggunakan tarif final setelah masa berlaku habis.
  • Tidak menyimpan bukti transaksi.
  • Omzet suami-istri tidak digabung.
Situasi Umum: Banyak UMKM menerima SP2DK karena data marketplace lebih besar daripada yang dilaporkan dalam SPT.

FAQ – Pertanyaan yang Sering Ditanyakan

Apakah omzet marketplace otomatis kena pajak? Ya. Marketplace melaporkan ke DJP.
Apakah modal usaha dipajaki? Tidak. Yang dipajaki adalah penghasilan/omzet.
Jika rugi, apakah tetap bayar pajak? Jika pakai Final 0,5% → tetap bayar.
Jika pakai ketentuan umum → bisa nihil.
Bolehkah pindah dari final ke umum? Boleh. Tapi tidak bisa kembali ke final.

Penutup: Pilih Skema Pajak yang Tepat

Pajak UMKM bertujuan memberikan keadilan dan kemudahan. Pertimbangkan omzet, biaya usaha, struktur usaha, serta tujuan finansial sebelum memilih skema pajak.

Butuh pendampingan pajak UMKM?
Konsultasi Sekarang