CV SOLUSI KITA│Konsultan Akuntansi Pajak

Perpajakan Bagi Wajib Pajak UMKM

Oleh Virnita Ferjunia Restu

 UMKM merupakan salah satu pilar perekonomian Indonesia. Peran UMKM sangat vital dalam menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Pelaku usaha UMKM mencakup berbagai sektor mulai dari perdagangan, pertanian, industri kreatif hingga jasa. Sebagai perwujudan dari warga negara yang baik, para pelaku usaha tidak terkecuali UMKM dapat berperan dengan menjalankan kewajiban perpajakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Terkait dengan pelaksanaan kewajiban perpajakan pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meringankan kewajiban pajak bagi UMKM seperti penurunan tarif PPh final bagi UMKM dari 1% menjadi 0,5% dan juga membebaskan pembayaran pajak bagi wajib pajak UMKM yang peredaran bruto usaha belum melebihi 500 juta.

Dalam ketentuan perpajakan, pengertian Wajib Pajak UMKM ini berbeda dengan pelaku UMKM yang tercantum dalam UU UMKM. Secara ketentuan, tidak terdapat istilah Wajib Pajak UMKM dalam ketentuan perpajakan. Istilah Wajib Pajak UMKM tersebut hanya untuk memudahkan dalam penggolongan Wajib Pajak. Yang dimaksud dengan Wajib Pajak UMKM di dalam ketentuan perpajakan adalah Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto usaha tertentu, yaitu Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto usaha tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun buku. Untuk saat ini, ketentuan tentang Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak UMKM diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 Tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

Besarnya peredaran bruto yang menjadi dasar penentuan kriteria Wajib Pajak UMKM tersebut merupakan jumlah peredaran bruto dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum tahun pajak bersangkutan. Jika pada tahun pajak sebelumnya Wajib Pajak telah memiliki peredaran bruto usaha melebihi Rp4,8 miliar, maka Wajib Pajak tidak dapat lagi disebut sebagai Wajib Pajak UMKM. Untuk Wajib Pajak Yang memiliki cabang usaha, peredaran bruto yang menjadi dasar penentuan kriteria Wajib Pajak UMKM merupakan peredaran usaha dari pusat beserta cabangnya. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi suami-istri yang melaksanakan kewajiban perpajakan secara terpisah, besarnya peredaran bruto tersebut ditentukan berdasarkan penggabungan peredaran bruto usaha dari suami dan istri.

Seperti halnya Wajib Pajak lainnya, Wajib Pajak UMKM juga harus melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar. Dalam sistem self assessment, setiap Wajib Pajak harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sendiri, menyusun pembukuan atau pencatatan (untuk WP UMKM Orang Pribadi) atas kegiatan usaha, membayar pajak yang terutang, dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).

Kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak UMKM dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

  • menggunakan tarif PPh yang bersifat final; atau
  • menggunakan tarif ketentuan umum PPh atau tarif yang diatur dalam Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh.

Penghasilan dari usaha yang diterima oleh Wajib Pajak UMKM akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu. Tarif PPh yang bersifat final tersebut ditetapkan sebesar 0,5% dari peredaran bruto usaha Wajib Pajak UMKM. Pengenaan PPh bagi Wajib Pajak UMKM ini sering disebut dengan PPh Final 0,5%.

Wajib Pajak yang memilih untuk menggunakan ketentuan umum PPh wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Berstatus Pusat terdaftar.

Penyampaian pemberitahuan tersebut dilakukan paling lambat pada akhir Tahun Pajak. Wajib Pajak yang menyampaikan pemberitahuan tersebut akan dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum PPh mulai Tahun Pajak berikutnya. Wajib Pajak UMKM yang telah memilih menggunakan ketentuan umum PPh tidak dapat lagi beralih menggunakan tarif PPh Final 0,5% pada tahun pajak berikutnya.

Wajib Pajak UMKM yang dapat menggunakan atau dikenakan PPh Final 0,5% merupakan Wajib Pajak UMKM:

  • orang pribadi
  • koperasi
  • perseroan terbatas (PT)
  • perseroan perseorangan
  • persekutuan komanditer (CV)
  • firma; atau
  • Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)

Wajib Pajak UMKM yang tidak dapat menggunakan PPh Final 0,5% adalah Wajib Pajak UMKM yang:

  • memilih menggunakan ketentuan umum PPh;
  • berbentuk persekutuan komanditer (CV) atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus yang menyerahkan jasa yang sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
  • memperoleh fasilitas PPh berdasarkan:
  • Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  • PP 94 Tahun 2010 beserta perubahan atau penggantinya;
  • Pasal 75 dan Pasal 78 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus beserta perubahan atau penggantinya; dan
  • berbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Terkait dengan CV atau firma yang dibentuk oleh Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus yang menyerahkan jasa yang sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak UMKM, hal ini termasuk juga jika orang pribadi yang memiliki keahlian khusus tersebut hanya salah satu pendiri saja. Contoh: Yunika memiliki profesi dokter gigi. Bersama dengan Sinta, karyawan swasta, Yunika mendirikan klinik perawatan gigi yang berbentuk CV dengan nama CV DST. Meskipun peredaran usaha bruto dari CV DST tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak, CV DST tersebut tidak dapat menggunakan PPh Final 0,5% karena CV DST bergerak di bidang yang sama dengan Yunika, yaitu jasa perawatan gigi.

Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak UMKM tidak seluruhnya dapat dikenakan PPh Final 0,5%. Penghasilan Wajib Pajak UMKM yang tidak dapat dikenakan PPh Final 0,5% adalah:

  1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.

Wajib Pajak UMKM dalam praktiknya juga ada yang memiliki penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. Yang dimaksud dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas tersebut meliputi:

  • tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris;
  • pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
  • olahragawan
  • penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
  • pengarang, peneliti, dan penerjemah;
  • agen iklan;
  • pengawas atau pengelola proyek;
  • perantara;
  • petugas penjaja barang dagangan;
  • agen asuransi; dan
  • distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya.

CONTOH: Maryadi merupakan dokter umum yang bertempat tinggal di Sleman. Selain menjadi dokter, Maryadi juga memiliki usaha apotik. Penghasilan yang diterima Maryadi sebagai dokter dan peredaran bruto usaha apotik belum melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak. Penghasilan Maryadi yang dapat dikenakan PPh Final 0,5% hanya dari usaha apotik. Sedangkan penghasilan sebagai dokter akan dikenakan PPh sesuai ketentuan umum PPh.

  1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri.

Sebagai Wajib Pajak, Wajib Pajak UMKM juga harus melaporkan seluruh penghasilan yang diterima, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Penghasilan atas usaha di luar negeri tersebut tidak dapat dikenakan PPh Final 0,5%.

 

CONTOH: Trisnoto memiliki usaha perdagangan kerajinan perak yang berlokasi di Yogyakarta. Selain di Yogyakarta, Trisnoto juga memiliki toko kerajinan perak yang berlokasi di Singapura dan telah dikenakan pajak di Singapura. Peredaran bruto usaha Trisnoto atas toko kerajinan perak di Yogyakarta dan Singapura belum melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak. Atas hal tersebut, penghasilan Trisnoto yang dikenakan PPh Final 0,5% hanya atas penghasilan toko kerajinan perak di Yogyakarta. Penghasilan toko kerajinan di Singapura akan dikenakan sesuai ketentuan umum PPh.

 

  1. Penghasilan yang telah dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan tersendiri.

Selain PPh Final 0,5%, dalam ketentuan perpajakan juga terdapat penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final dengan ketentuan tersendiri. Penghasilan yang dikenakan PPh Final tersebut antara lain:

  • penghasilan dari hadiah undian;
  • penghasilan dari usaha jasa konstruksi;
  • penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan; dan
  • penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.

Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final dengan ketentuan tersendiri tersebut tidak dapat dikenakan PPh Final 0,5%.

CONTOH: Cahyono memiliki usaha toko kelontong di ruko miliknya. Selain memperoleh penghasilan dari toko kelontong, Cahyono juga memperoleh penghasilan dari menyewakan sebagian ruko yang dimilikinya. Peredaran usaha dari toko kelontong dan penghasilan dari persewaan ruko tersebut belum melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak. Meskipun belum melebihi Rp4,8 miliar, penghasilan Cahyono yang dapat dikenakan PPh Final 0,5% hanya yang bersumber dari toko kelontong. Penghasilan dari persewaan ruko dikenakan PPh Final sesuai dengan ketentuan pengenaan PPh Final atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.

  1. Penghasilan yang telah dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan tersendiri.

Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak. Dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh. terdapat penghasilan yang dikecualikan sebagai objek PPh. Penghasilan yang bukan merupakan objek PPh tersebut antara lain:

  • harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;
  • warisan;
  • harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; dan
  • sisa hasil usaha yang diterima anggota dari koperasi.

Penghasilan yang dikecualikan objek PPh tersebut tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh Final 0,5%.

CONTOH: Wahyudi memiliki kegiatan usaha perdagangan pupuk. Selain itu, Wahyudi juga menerima pembagian sisa hasil usaha dari Koperasi ABC. Koperasi ABC merupakan koperasi para pedagang pupuk dan Wahyudi merupakan salah satu anggota koperasi. Peredaran bruto usaha perdagangan pupuk dan penghasilan dari pembagian sisa hasil usaha tersebut belum melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak. Atas hal tersebut, PPh Final 0,5% hanya dikenakan atas penghasilan dari usaha perdagangan pupuk. Penghasilan dari sisa hasil usaha Koperasi ABC tidak dikenakan PPh karena dikecualikan dari objek PPh.

Selain itu, penghasilan yang diterima Wajib Pajak UMKM dari pengalihan aset Wajib Pajak, misalnya kendaraan atau peralatan usaha, juga tidak dikenakan PPh Final 0,5%.

CONTOH: CV DRG bergerak di bidang jasa kebersihan yang masih termasuk dalam kriteria Wajib Pajak UMKM. Pada Mei 2024, CV DRG menjual beberapa peralatan kebersihan untuk diganti dengan peralatan yang baru. Atas penghasilan dari penjualan peralatan kebersihan tersebut, tidak dikenakan PPh Final 0,5%. Penghasilan atas penjualan peralatan kebersihan tersebut akan dikenakan sesuai ketentuan umum PPh.

Penggunaan PPh Final 0,5% ini hanya dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu. Wajib Pajak UMKM tidak dapat selamanya menggunakan tarif PPh Final 0,5%. Jangka waktu penggunaan PPh Final 0,5% ditentukan sebagai berikut:

  • 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
  • 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, badan usaha milik desa, atau perseroan perorangan; dan
  • 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.

Namun, jika di dalam masa penggunaan PPh Final 0,5% tersebut peredaran bruto usaha Wajib Pajak UMKM telah melebihi Rp4,8 miliar, maka Wajib Pajak UMKM tidak dapat menggunakan PPh Final 0,5% pada Tahun Pajak berikutnya.

 

REFERENSI:

  • Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  • Undang-Undang Pajak Penghasilan
  • Undang-Undang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
  • PP 55 Tahun 2022
  • PMK-147/PMK.03/2017
  • PMK-54/PMK.03/2021
  • PMK 164 Tahun 2023
PHP Code Snippets Powered By : XYZScripts.com
Open chat
Butuh Konsultasi ?
Halo, Ada yang Bisa Kami Bantu?