Pajak Penjualan Aset yang Tidak dalam Rangka Kegiatan Usaha
Artikel ini membahas pengalihan/pelunasan aset (non-business disposal)—yakni penjualan aset yang pada saat perolehan bukan untuk diperjualbelikan sebagai barang dagangan—beserta implikasi PPh, PPN (jika penjual PKP), dan BPHTB (khusus tanah/bangunan). Fokusnya adalah keputusan praktis dan rambu hukum agar Wajib Pajak (OP/Badan) patuh regulasi dan efisien pajak.
1) Definisi & Klasifikasi Aset (Konteks Fiskal)
Aset berwujud (tangible) seperti kendaraan, mesin, peralatan kantor; aset tidak berwujud (intangible) seperti lisensi, merek, software, dan saham. Aset lancar (persediaan) saat dijual menjadi omzet (objek PPN/PPh usaha) dan di luar fokus artikel. Aset tidak lancar (aset tetap/investasi) saat dijual bukan omzet—pajaknya mengikuti rezim penjualan aset.
2) PPh atas Aset Tetap Selain Tanah/Bangunan
2.1 Orang Pribadi (bukan kegiatan usaha)
Terutang PPh hanya bila ada keuntungan (capital gain). Jika rugi → tidak kena PPh.
2.2 Wajib Pajak Badan
Gunakan nilai buku fiskal (bukan komersial) untuk menguji laba/rugi:
Nilai Buku Fiskal = Harga Perolehan − Akumulasi Penyusutan (fiskal)
Laba/Rugi Fiskal = Harga Jual − Nilai Buku Fiskal
- Laba → objek PPh Badan 22%
- Rugi → pengurang penghasilan kena pajak (Pasal 6 UU PPh)
Catatan: masa manfaat & tarif penyusutan mengacu pada ketentuan fiskal (mis. PMK 96/2009). Perbedaan komersial vs fiskal diselesaikan melalui koreksi fiskal.
3) PPh Final atas Tanah/Bangunan (PP 34/2016)
Pengalihan hak atas tanah/bangunan terutang PPh Final dengan variasi tarif sebagai berikut:
| Jenis Pengalihan | Tarif PPh Final | Keterangan |
|---|---|---|
| Umum (selain SRS/RSRS) | 2,5% dari NPOP/NJOP (yang lebih tinggi) | Final; berlaku untuk OP & Badan; dibayar sebelum AJB |
| Rumah Sederhana & Rumah Susun Sederhana | 1% | Sesuai kriteria SRS/RSRS peraturan perumahan |
| Penugasan kepada Pemerintah/BUMN tertentu | 0% | Kasus khusus kebijakan |
Penting: Final artinya tidak memperhitungkan laba/rugi fiskal. Walau rugi komersial, PPh Final tetap terutang.
4) BPHTB Pembeli & NPOPTKP Daerah
BPHTB adalah kewajiban pembeli yang dihitung:
BPHTB = 5% × (NPOP − NPOPTKP)
- NPOP = nilai transaksi; jika di bawah NJOP → gunakan nilai yang lebih tinggi
- NPOPTKP ditetapkan tiap daerah (contoh umum Bandung ≈ Rp60 juta; cek Perda terbaru saat transaksi)
BPHTB dibayar sebelum balik nama di BPN; PPh Final dibayar sebelum AJB di PPAT.
5) PPN atas Penjualan Aktiva oleh PKP
Jika pada saat perolehan PPN Masukan dapat dikreditkan, maka ketika aktiva tersebut dijual oleh PKP, PPN keluaran wajib dipungut.
| Kondisi Saat Perolehan | PPN saat Dijual | Catatan |
|---|---|---|
| PPN Masukan dapat dikreditkan | Wajib PPN | Faktur Pajak & lapor SPT Masa |
| PPN Masukan tidak dapat dikreditkan (mis. sedan operasional) | Tidak wajib PPN | Ikuti daftar non-creditable sesuai ketentuan |
| Perolehan saat belum PKP | Tidak wajib PPN | Karena tidak ada PM yang dikreditkan |
Tarif PPN: 11% s.d. 31 Des 2024 → 12% mulai 1 Jan 2025 (PMK 131/PMK.03/2024).
6) Fasilitas “Tidak Dipungut PPN” (SKTD) untuk Alat Angkutan Tertentu
Fasilitas hanya bagi alat angkutan tertentu (mis. kapal angkutan umum/perikanan, pesawat angkutan niaga, sarana perkeretaapian, kendaraan pertahanan) sesuai daftar resmi. Tidak semua kapal otomatis bebas PPN.
- Wajib memiliki SKTD dari KPP sebelum transaksi
- Gunakan Faktur Pajak kode 07
- Dokumen fasilitas dilampirkan di SPT Masa
7) Saham sebagai Aset Investasi
| Lokasi Transaksi | Pajak | Keterangan |
|---|---|---|
| Bursa Efek Indonesia | PPh Final 0,1% dari bruto | Tambahan 0,5% untuk saham pendiri saat IPO; tidak lihat laba/rugi |
| Di luar bursa (private) | PPh umum atas capital gain | Potensi BPHTB saham (tergantung Perda/perubahan pengendalian) |
8) Aset Warisan/Hibah Ketika Dijual
- Saat diterima: bukan objek PPh (syarat Pasal 4 ayat (3) UU PPh)
- Saat dijual: ikuti rezim asetnya (properti = PPh Final; aset tetap lain = uji nilai buku fiskal; saham = rezim bursa/non-bursa)
- BPHTB waris/hibah: gunakan NPOPTKP khusus daerah; butuh bukti hubungan keluarga
9) Nilai Buku Fiskal & Waktu Penjualan
Nilai buku menurun seiring penyusutan fiskal. Semakin kecil nilai buku pada tahun penjualan, semakin besar laba fiskal (dan beban PPh Badan). Jika masa manfaat habis (nilai buku ≈ 0), hampir seluruh harga jual menjadi laba fiskal.
10) Studi Kasus Singkat
Kendaraan Operasional PT (PKP)
- Nilai buku fiskal Rp100 jt; harga jual Rp180 jt → laba fiskal Rp80 jt → PPh Badan 22%
- Jika PM dulu dikreditkan → PPN keluaran (11% s.d. 2024; 12% mulai 2025)
Tanah Perusahaan Dijual Rugi
- Harga jual < nilai buku komersial → tetap PPh Final sesuai PP 34/2016
- Pembeli bayar BPHTB (5% × (NPOP − NPOPTKP))
Kapal Penangkap Ikan (Fasilitas)
- Memenuhi kriteria alat angkutan tertentu → ajukan SKTD → PPN tidak dipungut (kode 07)
11) Risiko Kepatuhan & SP2DK
- Harga jual tidak wajar (di bawah NJOP/appraisal)
- Tidak memungut PPN padahal PM kreditabel
- Transaksi tidak dilaporkan di SPT
- Dokumentasi perolehan/penjualan lemah
12) Kesimpulan
| Aset (Non-Business Disposal) | PPh Penjual | PPN | Catatan |
|---|---|---|---|
| Mobil/Mesin/Peralatan | Laba fiskal → PPh Badan 22% (OP: capital gain) | Wajib jika PM kreditabel | Bukan omzet |
| Tanah/Bangunan | Final 2,5% / 1% / 0% | Tidak terutang | Final meski rugi; PPh dibayar sebelum AJB |
| Saham di BEI | Final 0,1% (bruto) | Tidak | Tambahan 0,5% saham pendiri (IPO) |
| Saham non-Bursa | PPh umum atas capital gain | Tidak | Potensi BPHTB saham (perubahan pengendalian) |
| Alat angkutan tertentu | Sesuai objek PPh | Tidak dipungut (SKTD) | Faktur kode 07; syarat ketat |
Catatan regulasi: PP 34/2016 (PPh Final properti), UU PPh, UU PPN & PMK 131/PMK.03/2024 (PPN 12% mulai 1/1/2025), PMK 41/PMK.03/2020 (fasilitas alat angkutan tertentu), ketentuan penyusutan fiskal (mis. PMK 96/2009). Pastikan selalu cek pembaruan regulasi sebelum transaksi.
Konten ini sedang dalam tahap review internal untuk memastikan akurasi regulasi serta kesesuaian teknis terhadap kebijakan perpajakan terkini. Pembaruan akan dilakukan secara berkala sesuai perkembangan peraturan yang berlaku.
